Saksi Tragedi Beutong Ateuh:
Mereka Dibantai Tanpa Perlawanan
Nagan Raya: Peristiwa dibalik
kematian Tgk. Bantaqiah dan 30
pengikutnya terkuak setelah saksi
mata membeberkan peristiwa yang
digambarkan sebagai pembantaian
massal oleh pasukan "siluman" Bataliyon 328
Kostrad di bawah kendali operasi
(BKO) Korem 011/Lilawangsa.
Tapi Danrem 011/LW Kol Inf
Syafnil Armen kepada BBC London membantah bahwa
pasukan yang menembaki Bantaqiah
berikut pengikutnya dari Kostrad yang
didatangkan dari Jakarta.
"Setahu saya tidak ada
pasukan Kostrad yang dikirim ke Aceh," kata Danrem
011/Lilawangsa, seperti disiarkan
BBC London Senin (26/7) malam. Dan, kata
dia, pasukan yang dilibatkan dari
Korem 011/LW dan Korem 012/Teuku Umar.
Tapi sumber-sumber resmi Waspada
menyebutkan, pasukan di bawah pimpinan Kasi
Intel Korem 011/LW Letkol Inf
Sudjono diperkuat satuan setingkat peleton
dari Komando Strategi Angkatan
Darat (Kostrad).
Kata sumber Waspada, seratus lebih
pasukan TNI tersebut bergerak dari
Takengon, Aceh Tengah Kamis
(22/7). Dari kota dingin itu, pasukan
menggunakan truk militer dan
menyisir lembah Beutong Ateuh.
Meraungnya deru mesin truk
militer, dilaporkan sempat dilihat dan
mengejutkan penduduk sehingga
mereka ketakutan. Untuk menuju ke lokasi
pesantren milik Bantaqiah, aparat
keamanan harus menyusuri jalan setapak
menuruni lembah dan melintasi
Krueng (sungai) Beutong.
Sampai di TKP Jumat siang (bukan
Sabtu-red), menurut versi TNI, pasukan
sempat dua kali dihadang pengikut
tokoh spiritual itu. Karena mendapat
perlawanan, pasukan TNI kemudian
memberondong tubuh Bantaqiah dan 30 orang
pengikutnya. Penduduk sipil itu
langsung tewas di tempat.
Tanpa Perlawanan
Sementara itu Abdullah Saleh SH,
adik sepupu Tgk Bantaqiah, kepada Waspada
di Banda Aceh, Senin (26/7)
menjelaskan sebelum mereka dihabisi tanpa
perlawanan lebih dahulu
dibariskan di halaman kediaman Tgk Bantaqiah dengan
posisi tangan di atas kepala.
Mengutip saksi hidup yang kini
diamankan di suatu tempat di Aceh Barat,
Abdullah Saleh, yang juga Wakil
Ketua DPW PPP Aceh, itu menyebutkan
kronologi pembantaian bermula
dari masuknya pasukan TNI keempat desa di
kemukiman Beutong Ateuh.
Desa pertama yang disisir, kata
Abdullah Saleh, yaitu Blang Puuk. Di situ
aparat memberitahukan kepada
masyarakat, Jumat (22/7) akan diadakan
pemeriksaan KTP. Setelah itu,
kata Abdullah Saleh, aparat bergerak menuju
Desa Blang Meurandeh dan
menyisiri hulu sungai Krueng Beutong. Siang
harinya, pasukan kembali ke desa
Blang Meurandeh, sementara masyarakat sudah
berkumpul di rumah Bantaqiah.
Saat itu, kata Abdullah Saleh,
masyarakat yang di atas panggung diperintah
turun oleh pasukan aparat dan
berkumpul di halaman rumah. Saat mereka sudah
berkumpul, kata pengacara di
Banda Aceh itu, pasukan TNI langsung menembaki
tubuh Tgk Bantaqiah.
Melihat Bantaqiah ditembaki,
istri dan anaknya, Usman 28, lari dan memeluk
tubuh Bantaqiah. Terus, kata
Abdullah Saleh, keduanya tak luput dari
berondongan peluru hingga bapak,
istri dan anak itu tewas bersimbah darah.
Setelah itu, masih kata Abdullah
Saleh, seluruh pengikut Bantaqiah ditembaki
sedangkan sisanya dibawa dengan
truk ke arah Takengon.
Menurut Abdullah Saleh, seluruh
warga sipil yang menjadi korban kekejaman
pasukan TNI itu dikubur dalam
satu lobang, bekas galian sumur. Sedangkan
jasad Bantaqiah, dikubur secara
terpisah. "Yang melakukan penguburan massal
adalah rakyat yang diperintahkan
pasukan TNI," kata Abdullah, mengutip
keterangan saksi yang lolos dari
pembantaian itu. Begitupun, hingga berita
ini dikirm belum diperoleh
keterangan nama-nama korban pembantaian itu.
(tim)