Sabtu, 23 Juli 2016

Tragedi Beutong Ateuh

Saksi Tragedi Beutong Ateuh:
Mereka Dibantai Tanpa Perlawanan

Nagan Raya: Peristiwa dibalik kematian Tgk. Bantaqiah dan 30
pengikutnya terkuak setelah saksi mata membeberkan peristiwa yang
digambarkan sebagai pembantaian massal oleh pasukan "siluman" Bataliyon 328
Kostrad di bawah kendali operasi (BKO) Korem 011/Lilawangsa.

Tapi Danrem 011/LW Kol Inf Syafnil Armen kepada BBC London membantah bahwa
pasukan yang menembaki Bantaqiah berikut pengikutnya dari Kostrad yang
didatangkan dari Jakarta.

"Setahu saya tidak ada pasukan Kostrad yang dikirim ke Aceh," kata Danrem
011/Lilawangsa, seperti disiarkan BBC London Senin (26/7) malam. Dan, kata
dia, pasukan yang dilibatkan dari Korem 011/LW dan Korem 012/Teuku Umar.

Tapi sumber-sumber resmi Waspada menyebutkan, pasukan di bawah pimpinan Kasi
Intel Korem 011/LW Letkol Inf Sudjono diperkuat satuan setingkat peleton
dari Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad).

Kata sumber Waspada, seratus lebih pasukan TNI tersebut bergerak dari
Takengon, Aceh Tengah Kamis (22/7). Dari kota dingin itu, pasukan
menggunakan truk militer dan menyisir lembah Beutong Ateuh.

Meraungnya deru mesin truk militer, dilaporkan sempat dilihat dan
mengejutkan penduduk sehingga mereka ketakutan. Untuk menuju ke lokasi
pesantren milik Bantaqiah, aparat keamanan harus menyusuri jalan setapak
menuruni lembah dan melintasi Krueng (sungai) Beutong.

Sampai di TKP Jumat siang (bukan Sabtu-red), menurut versi TNI, pasukan
sempat dua kali dihadang pengikut tokoh spiritual itu. Karena mendapat
perlawanan, pasukan TNI kemudian memberondong tubuh Bantaqiah dan 30 orang
pengikutnya. Penduduk sipil itu langsung tewas di tempat.

Tanpa Perlawanan

Sementara itu Abdullah Saleh SH, adik sepupu Tgk Bantaqiah, kepada Waspada
di Banda Aceh, Senin (26/7) menjelaskan sebelum mereka dihabisi tanpa
perlawanan lebih dahulu dibariskan di halaman kediaman Tgk Bantaqiah dengan
posisi tangan di atas kepala.

Mengutip saksi hidup yang kini diamankan di suatu tempat di Aceh Barat,
Abdullah Saleh, yang juga Wakil Ketua DPW PPP Aceh, itu menyebutkan
kronologi pembantaian bermula dari masuknya pasukan TNI keempat desa di
kemukiman Beutong Ateuh.

Desa pertama yang disisir, kata Abdullah Saleh, yaitu Blang Puuk. Di situ
aparat memberitahukan kepada masyarakat, Jumat (22/7) akan diadakan
pemeriksaan KTP. Setelah itu, kata Abdullah Saleh, aparat bergerak menuju
Desa Blang Meurandeh dan menyisiri hulu sungai Krueng Beutong. Siang
harinya, pasukan kembali ke desa Blang Meurandeh, sementara masyarakat sudah

berkumpul di rumah Bantaqiah.

Saat itu, kata Abdullah Saleh, masyarakat yang di atas panggung diperintah
turun oleh pasukan aparat dan berkumpul di halaman rumah. Saat mereka sudah
berkumpul, kata pengacara di Banda Aceh itu, pasukan TNI langsung menembaki
tubuh Tgk Bantaqiah.

Melihat Bantaqiah ditembaki, istri dan anaknya, Usman 28, lari dan memeluk
tubuh Bantaqiah. Terus, kata Abdullah Saleh, keduanya tak luput dari
berondongan peluru hingga bapak, istri dan anak itu tewas bersimbah darah.
Setelah itu, masih kata Abdullah Saleh, seluruh pengikut Bantaqiah ditembaki
sedangkan sisanya dibawa dengan truk ke arah Takengon.

Menurut Abdullah Saleh, seluruh warga sipil yang menjadi korban kekejaman
pasukan TNI itu dikubur dalam satu lobang, bekas galian sumur. Sedangkan
jasad Bantaqiah, dikubur secara terpisah. "Yang melakukan penguburan massal
adalah rakyat yang diperintahkan pasukan TNI," kata Abdullah, mengutip
keterangan saksi yang lolos dari pembantaian itu. Begitupun, hingga berita
ini dikirm belum diperoleh keterangan nama-nama korban pembantaian itu.
(tim)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar